Selasa, 09 Oktober 2012

Asuhan Keperawatan Jiwa : HALUSINASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang.
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasarkan keadaan umum semua pasien yang ada di ruangan Yudistira RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yaitu berjumlah 31 orang. Dimana pasien terbagi atas berbagai macam masalah diagnose keperawatan yang berbeda dari 31 orang pasien terdapat 3 masalah utama pasien dimana 58% pasien menderita gangguan sensori persepsi: Halusinasi, 24% pasien menderita Isolasi social, dan 18% pasien menderita gangguan pola pikir: Waham.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek klinik di RS. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2       Tujuan.
1.2.1        Tujuan Umum.
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruangan Yudistira RS. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2.2        Tujuan khusus
1)             Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2)             Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
3)             Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran
4)             Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
5)             Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
6)             Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
7)             Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan.









1.3       Sistematika Penulisan.
Sistematika penulisan laporan penulisan terdiri dari:
BAB I       :  Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
BAB II      :  Tinjauan Teoritis, meliputi konsep dalam asuhan keperawatan halusinasi.
BAB III    : Tinjauan Kasus, meliputi pengkajian, diagnosa, pohon masalah, intervensi,   implementasi, evaluasi.
BAB IV    : Pembahasan, meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.
BAB V      :   Penutup, meliputi Kesimpulan dan Saran.




BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.Konsep Halusinasi
2.1.1.Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 1998).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat ke­sadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999).
Menurut Izzudin, 2005, Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut. Halusinasi merupakan kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). 

2.1.2.Proses terjadinya masalah
Penyebab halusinasi tidak diketahui secara spesifik, beberapa penyebabnya dapat dibagi menjadi faktor predisposisi dan presipitasi.
a.       Faktor predisposisi pada halusinasi adalah :
1.      Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.

2.      Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3.      Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b.      Faktor Presipitasi pada halusinasi adalah :
Faktor presipitasi pada klien dengan halusinasi antara lain akibat pengolahan informasi yang berlebihan, mekanisme penghantaran listrik yang abnormal, adanya gejala pemicu. Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Pada halusinasi stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.

2.1.3.      Klasifikasi halusinasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a.       Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik) : Gangguan stimulus dimana klien mendengar suara- suara terutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b.       Halusinasi penglihatan (visual) : Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c.       Halusinasi penghidu (olfaktori) : Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d.      Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e.       Halusinasi pengecap (gustatorik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f.        Halusinasi sinestetik : Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007)

2.1.4.            Tanda dan Gejala:
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba‑tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang me­nikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinisberdasarkan halusinasi :
1. Tahap 1 : Halusinasi bersifat tidak menyenangkan
    Gejala :
-       Menyeringai/tertawa keras
-       Menggerakan bibir tanpa bicara
-       Gerakan mata cepa
-       Bicara lambat
-       Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan
    Gejala : Cemas, konsentrasi menurun, ketidakmampuan
3. Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala : Cenderung mengikuti halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, perhatian atau konsentrasi dan cepat berubah, kecemasan berat (Berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukan
    Gejala : Pasien mengikuti halusinasi, tidak mampu mengendalikan diri, tidak mampu mengikuti perintah nyata nyata, beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Budi Anna Keliat, 1999)

2.1.5.                  Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai tahap ke-4, di mana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.
Tanda dan gejala: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

2.1.6.                  Penatalaksanaan Medis
a.       Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif  dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)
1.      Farmakoterapi
a.       Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
b.      Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
KELAS KIMIA
NAMA GENERIK (DAGANG)
DOSIS HARIAN
Fenotiazin
Asetofenazin (Tidal) Klopromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permiti)
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine) Tiodazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazine (Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg

1-40 mg

30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg

40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg

60-150 mg
Tioksanten
Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
 8-30 mg
Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzondiazepin
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Dihidroindolon
Molindone (Moban)
15-225 mg

2.      Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3.      Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a.       Terapi aktivitas
1.   Terapi musik
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.


2.   Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
3.   Terapi menari
Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

4.   Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
b.      Terapi sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
c.       Terapi kelompok
Terapi kelompok (Group therapy)
1.      Terapi group (kelompok terapeutik)
2.      Terapi aktivitas kelompok (Adjunctive group activity therapy)
TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi
-       Sesi 1 : Mengenal halusinasi
-       Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
-       Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
-       Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
-       Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
d.      Terapi lingkungan
     Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like atmosphere)






2.2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI HALUSINASI
2.2.1.            Pengkajian
Pada proses pengkajian, data penting yang harus didapatkan adalah :
Data yang diperoleh dari wawancara :
1.      Alasan Masuk :
Apa yang menyebabkan klien dibawa ke RS?
Bagaimana kondisi klein di rumah sehingga dibawa ke RS?
2.      Faktor Herediter
 Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (halusinasi)?
3.      Resiko bunuh diri
Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri atau menyatakan ingin melakukan bunuh diri?
Pernahkan isi halusinasi tersebut memerintahkan klien untuk bunuh diri?
4.      Halusinasi
-          Apa jenis halusinasinya?
-          Apa isi halusinasi?
-          Kapan halusinasi itu terjadi? Berapa kali halusinasi tersebut terjadi dalam sehari?
-          Apa situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi?
-          Bagaimana perasaan klien untuk menghadapi saat halusinasi terjadi?

Data yang diperoleh melalui observasi :
1.      Pasien dibawa karena sering terlihat tertawa sendiri, berbicara sendiri, mulut komat-kamit
2.      Klien sulit berkonsentrasi, cemas
3.      Klien tampak sulit berhubungan dengan orang lain, tidak dapat mengendalikan diri
4.      Klien tidak mampu membedakan realita dan bukan realita

2.2.2.            DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan pada klien dengan halusinasi ditetapkan berdasarkan data subyektif dan objektif yang ditemukan pada pasien :
Gangguan  sensori persepsi : halusinasi
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi sosial (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.

2.2.3.                  RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan            : Gangguan sensori persepsi halusinasi 
Tujuan umum                          : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1.   Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
a.    Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.   Perkenalkan diri dengan sopan
c.    Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d.   Jelaskan tujuan pertemuan
e.    Jujur dan menepati janji
f.    Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.   Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.   Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1  Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2  Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3  Bantu klien mengenal halusinasinya
a.    Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b.   Apa yang dikatakan halusinasinya
c.    Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d.   Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e.    Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4  Diskusikan dengan klien :
a.    Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b.   Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5  Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien  mengungkapkan perasaannya
3.   Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1  Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll).
3.2  Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3  Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a.    Katakan “ saya tidak mau dengar”
b.   Menemui orang lain
c.    Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d.   Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4  Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap.
3.5  Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
3.6  Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.7  Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi.
4.   Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
4.1  Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2  Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b.Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d.         Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5.   Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1  Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2  Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3  Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan
5.4  Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5  Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

2.2.4.                  IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dilakukan masing-masing 4x pertemuan. Pada pasien dan keluarga (minimal 8x pertemuan) dan sesuaikan dengan kebutuhan.
A. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien
1. Membantu klien mengenal halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi : Menghardik
-          Menanyakan pada klien  (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
-          Melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
-          Memperagakan cara menghardik ulang
-          Meminta klien memperagakan kembali cara menghardik yang sudah diajarkan
2. Melatih mengontrol halusinasi : Bercakap - cakap dengan orang lain
-          Mengevaluasi tanda dan gejala halusinasi dan kemampuan mengontrol dalam hal : menghardik
-          Melatih cara berbincang-bincang dengan orang lain saat halusinasi muncul
            3. Melatih mengontrol halusinasi : Melakukan kegiatan secara terjadwal
-          Mengevaluasi kembali SP 1 dan 2
-          Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien
-          Melatih klien melakukan aktivitas
-          Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari sesuai aktiviatas yang telah dilatih
            4. Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur
-          Mengevaluasi kembali SP 1, 2 dan 3
-          Menanyakan program pengobatan
-          Menjelaskan pentingnya penggunaan obat
-          Menjelaskan akibat bila putus obat
-          Jelaskan cara pemberian obat secara 5 benar
-          Melatih klien minum obat

B. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga
            1. Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
-          Menjelaskan tentang halusinasi
-          Memberikan informasi sumber pelayanan yang bisa dijangkau
            2. Melatih keluarga praktek langsung merawat pasien dihadapan pasien
-          Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
-          Melatih keluarga merawat klien
-          Membuat rencana tindak lanjut keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien
3. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
-          Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP 1 & 2)
-          Mengingatkan keluarga pada jadwal yang sudah dibuat
-          Membuat rencana tindak lanjut keluarga : Follow up dan rujukan


2.2.5.                  EVALUASI
Evaluasi hasil pelaksanaan tindakan dlakukan kepada klien dan keluarga (apabila keluarga berkunjung), Hasil Evaluasi :

A. Evaluasi pada klien :
1.      Klien dapat mengenal halusinasi
2.      Klien dapat menghardik halusinasi
3.      Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengalihkan halusinasi
4.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar

B. Evaluasi pada keluarga
1.      Keluarga dapat mengenal halusinasi
2.      Klien dapat merawat klien saat pulang
3.      Keluarga dapat membuat perencanaan pulang
























BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1  Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 April 2012 dengan nama pasien Tn. A berusia 27 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SLTP dengan alamat Dsn Cempaka RT 05/03 Astana Dapura Cirebon. Pasien masuk RS pada tanggal 14 Maret 2012 di ruangan Kresna Laki-laki  dengan No. RM 053453 dan masuk di ruangan Yudistira pada tanggal 31 Maret 2012. Pasien dibawa ke rumah sakit  dengan alasan, pasien selalu marah-marah tanpa sebab, memukul ibu, bicara dan tertawa sendiri, tidak mau minum obat, keluyuran dan mengganggu lingkungan (merusak alat-alat rumah tangga). Pasien pernah mengalami gangguan  jiwa kurang lebih 10 tahun yang lalu, dan saat ini sudah yang ke-8 kalinya, sebelumnya pasien pernah dirawat inap di RS H. Marzoeki Mahdi Bogor, dengan riwayat pengobatan sebelumnya kurang berhasil dikarenakan pasien putus obat. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa tidak ada.
Berdasarkan hasil wawancara klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk marah, suara itu terdengar saat klien sendirian terutama pada sore hari dan sangat sering terjadi. Terakhir kali mendengar suara-suara seperti itu kemaren sore. Cara pasien mengatasi halusinasi yaitu dengan menutup telinga dan menyuruh suara-suara itu pergi karena tidak nyata, selain itu pasien juga melakukan kegiatan seperti menyapu lantai. Pasien merupakan anak ke- 4 dari 4 bersaudara. Pasien tinggal bersama ibunya. Pasien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah semuanya dan bagian yang tidak disukai tidak ada. Orang yang paling berarti bagi klien adalah ibu, karena ibunya yang sendirian menghidupi dirinya dan bekerja demi dirinya. Dirumah pasien berperan membantu ibunya mencari nafkah yaitu berdagang dan membantu mengerjakan tugas sebagai anak bungsu. Pasien berharap ingin cepat pulang ke rumah agar bisa kembali membantu ibu berdagang. Pasien mengetahui agama yang dianutnya adalah islam, dan selama dirumah sakit pasien melakukan kegiatan ibadah yaitu sholat 5 waktu. Pasien merasa malu terhadap orang lain karena penyakit yang dideritanya saat ini.
Dari hasil observasi diperoleh data bahwa Tn. A sering keluar masuk RS H. Marzoeki Mahdi, pasien sudah terbiasa berinteraksi dengan orang lain dan selama interaksi respon pasien baik, pasien duduk dan bercakap-cakap, pasien terlihat tegang, sorot mata tajam, terkadang pasien selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu, akan tetapi pasien sering tidak nyambung antara pertanyaan dengan jawaban. pasien mengatakan sedih, pasien tampak tidak lesu dan sedikit bersemangat, pasien melakukan tindakan bersih-bersih di ruangan, seperti menyapu dan mengepel ruangan, cuci piring, membereskan meja makan, mengambil makanan dan lain-lain. TTV pasien pada tanggal 21 Maret 2012 di dapat : TD 120/80mmHg, ST 360C, HR : 82X/menit, RR 20X/menit, dan tidak ada keluhan fisik.
Pasien tidak mampu mengingat tentang kejadian-kejadian yang sudah lama terjadi. Pasien mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain dengan penjelasan yang benar dan klien menyatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena marah-marah, dll.
Didalam kehidupan sehari-hari pasien mampu untuk melakukan perawatan diri seperti mandi, makan, BAB/BAK serta ganti pakaian. Pasien mengatakan selama di rumah sakit, nafsu makan meningkat namun berat badan tidak meningkat. Pasien mengatakan tidak ada masalah pada tidurnya. Pasien menyatakan puas dengan pekerjaannya dalam membantu ibunya mencari nafkah. Pasien mempunyai koping yang adaptif yaitu jika ada masalah maka pasien mengerjakan sholat. Terapi yang didapat adalah Stelazin 3x5 mg, THP/ TRihexypenidil 3x2 mg, CPZ/Clorpromazine 3x100 mg, Persidal 1x2 mg.
3.2  DIAGNOSA
Berdasarkan analisa data pengkajian pasien Tn A, maka di peroleh diagnosa keperawatan yaitu :
1.      Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
2.      Isolasi social
3.      Harga Diri Rendah
4.      Resiko Perilaku Kekerasan

3.3  POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan sensori presepsi : Halusinasi
 



Isolasi Sosial


3.4  RENCANA TINDAKAN
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas diagnosa keperawatan yang dapat ditentukan berdasarkan masalah utama. Hal tersebut tidak terlepas dari keadaan dan kondisi klien saat menyusun rencana keperawatan.
 Diagnosa keperawatan : Ganguan sensoris presepsi halusinasi, dengan tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya dan tujuan khusus dimana klien dapat membina hubungan saling percaya, klien mengenal halusinasinya,klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap – cakap dengan orang lain ,klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal, dan klien dapat memanfaatkan obat dengan benar.
Dalam  rencana tindakan keperawatan yang akan di lakukan adalah dengan bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terapeutik yaitu dengan memberi sapa kepada klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan serta tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya serta memberikan perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap dengan cara observasi tingkahlaku klien terkait halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami sesuatu jika klien menjawab ya  tanyakan apa yang sedang dialaminya,dengan nada beersahabat katakan perawat percaya klien mengalami hal tersebut namun perawat sendiri tidak mengalaminya serta mengakatakan bawah perawat akan membantu klien. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi terdapat juga situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
Ada beberapa cara dalam mengatasi halusinasi antara lain, menghardik, bercakap – cakap dengan orang lain, meelakukan kegiatan dan minum obat. Ajarkan 1 cara yaitu dengan menghardik  halusinasi dimana klien diajarkan dengan cara menutup kedua telingan dengan mengakatan “apa yang saya dengar itu palsu”. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
Cara ke dua dalam menghardik halusinasi yaitu dengan bercakap – cakap dengan orang lain, tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dimana tetap membangun hubungan saling percaya, tanyakan perasaan klien saat ini, evaluasi cara menghardik halusinasi, kontrol halusinasi dengan bercakap – cakap dengan orang lain dimana klien menemui orang lain untuk menceritakan tentang halusinasinya, serta membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari – harinya dimana dengan melakukan kegiatan merupakan salah satu contoh untuk meminimalkan / memutuskan kontak klien dengan halusinasinya. Beri kesempatan kepada klien  untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil berikan pujian, ajurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
Obat merupakan hal yang penting dengan tujuan khusus klien dapat memanfaatkan obat dengan benar. Dimana setelah berinteraksi klien dapat menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, setelah itu klien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar dan klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Tindakan keperawatan yang dapat di lakukan dengan cara diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek samping penggunaan obat, pandu klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan dengan klien akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter dan anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.



3.5  IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pertemuan pertama pada klien dengan gangguan sensori presepsi halusinasi yang diadakan pada tanggal 21 april 2012, pukul 11.30 dengan masalah halusinasi pendengara  implementasinya adalah sebagai berikut:
1.      Hal pertama yang dilakukan perawat sebelum melaksanakan SP yaitu membina hubungan saling percaya antar klien dan perawat. Hasilnya klien yaitu Tn.A mau berkenalan dengan perawat, klien menyebutkan nama lengkapnya dan nama panggilannya.
2.      Membantu klien mengungkapkan perasaannya saat ini. Hasilnya klien Tn.A mengatakan perasaanya saat ini baik-baik saja. Sebelumnya klien sudah diajarkan cara mengontrol halusinasi tapi klien tidak  pernah melakukannya karena malas.
3.      Membantu klien mengenal halusinasinya. Hasilnya klien mengatakan isi dari halusinasi ialah ada suara-suara yang menyuruh klien untuk marah-marah dan sampai saat ini suara tersebut sering muncul. Biasanya suara-suara tersebut muncul apabila klien sedang menyendiri atau sedang diam kurang lebih 10 menit. Klien mengatakan ia merasa risih dengan suara/bisikan tersebut.
4.      Melatih klien mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik. Hasilnya perawat menjelaskan dan mempraktekkan menghardik halusinasi dengan menutup telinga dan mengatakan “pergi-pergi kalian tidak nyata, kalian palsu” beberapa kali. Kemudian setelah perawat memberi penjelasan dan contoh, klien melakukan/mempraktekan seperti apa yang telah dilakukan perawat sebelumnya. Dan mengajak klien untuk memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik kedalama jadwal kegiatan klien.
5.      Setelah itu melakukan kontrak waktu dengan klien untuk membicarakan cara kedua  mengontrol halusinasi yaitu dengan latihan berbicara/bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul. Hasilnya pada hari senin tanggal 23 april 2012, pukul 09.00 bertempat diruang tamu akan berbincang-bincang dengan klien.
            Pertemuan kedua yaitu pada hari senin tanggal 23 april 2012, pukul 09.00 masih dengan masalah keperawatan yang sama yaitu halusinasi pendengaran, bertempat diruang tamu klien dan perawat berbincang-bincang. Isi perbincangannya yaitu:
1.      Perawat mengevaluasi kembali kegiatan yang dilakukan kemarin yaitu SP 1. Hasilnya klien dapat mengingat dan memperagakan yang telah diajarkan sebelumnya, yaitu cara menghardik halusinasi.
2.      Perawat melatih berbicara/bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasinya muncul. Hasilnya, perawat memberi contoh: “teman kita ngobrol ya, soalnya saya mendengar suara/bisikan-bisikan”. Perawat mengulang beberapa kali setelah itu meminta klien untuk mengulangi lagi apa yang dilakukan perawat dan klien dapat melakukan hal tersebut.
3.      Mengajak klien untuk memasukkan kegiatan yang baru saja dilakukan kedalam jadwal kegiatan harian klien. Hasilnya, bersama dengan perawat klien memasukkan cara menghilangkan halusinasi kedalam jadwal klien. Dan perawat memotivasi klien untuk melakukan apa yang telah diajarkan kemarin dan hari ini untuk selalu dilakukan apabila suara/bisikan-bisikan muncul.
            Pertemuan ketiga, yaitu pada hari Selasa 24 April 2012, bertempat di teras ruangan Yudistira tepatnya pada pukul 11.15. Isi perbincangan yaitu:
1.      Perawat mengevaluasi kembali kegiatan yang sebelumnya ( SP1 dan 2). Hasilnya klien bisa menyebutkan dan memperagakan apa yang telah di pelajari lalu, tapi sayangnya ketika di tanya apakah klien menerapkan pada saat klien mengalami halusinasi atau pada saat suara/bisikan muncul, klien menjawab jarang menerapkannya. Dari sini perawat memotivasi si klien agar melakukan hal tersebut apabila mengalami halusinasi.
2.      Perawat mengajarkan atau melatih untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan klien apabila halusinasi muncul. Disini perawat menjelaskan pentingnya beraktivitas, selain itu juga perawat mendiskusikan/membicarakan aktivitas apa yang sering klien lakukan yang sesuai dengan kemampuannya. Hasilnya klien mengatakan setelah bangun pagi klien langsung membereskan tempat tidur, setelah itu klien mandi. Selain kegiatan itu klien juga sering terlibat dalam kegiatan membersikan ruangan Yudistira, seperti mengepel, mengantar/mengambil cucian dan juga membersihkan ruangan makan.
3.      Bersama-sama dengan pasien, perawat menyusun jadwal aktivitas sehari-hari, sesuai dengan aktivitas yang sudah dilatih terhadap klien dari bangun tidur sampai malam sebelum tidur.
4.      Perawat memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, dan berikan penguatan atau dorongan untuk terus melakukan kegiatan yang baik. Hasilnya, setiap hari perawat harus memantau apa saja yang dilakukan pasien.
            Setelah itu perawat membuat kontrak mendatang dengan klien untuk membicarakan tentang program pengobatan, pada tanggal 25 April 2012, bertempat di ruangan makan tepatnya pada pukul 08.30.
            Pertemuan keempat tanggal 25 April 2012, bertujuan untuk mengajarkan klien tentang program pengobatan, bertempat diruang makan, tepatnya pukul 08.30, dengan klien Tn.A masalah keperawatan Halusinasi pendengaran.
1.      Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2,dan 3), bagaiman kemampuan klien. Hasilnya klien dapat menyebutkan apas aja yang sudah di pelajari dan klien bisa mempraktekan semanya.
2.      Menanyakan program pengobatan. Hasilnya, klien mengatakan setiap hari tiga kali sehari klien minum obat, klien juga menyebutkan warna dari obat yaitu; ada orenge,putih dan merah jambu. Tapi klien lupa untuk apa obat tersebut.
3.      Menjelaskan pentingnya penggunaan obat pada klien. Hasilnya klien dapat mengerti manfaat obat setelah dijelaskan oleh perawat, dan klien dapat mengulang manfaat setiap obat, walaupun kadang masih lupa.
4.      Menjelaskan akibat bila klien putus obat. Hasilnya perawat menjelaskan, apabila kilen putus obat atau berhenti obat penyakit klien akan kambuh lagi dan penyembuhnanya akan lebih lama lagi.
5.      Menjelaskan cara mendapatkan obat dan pengobatannya dengan menggunakan perinsip 5 benar. Hasil perawat menjelaskan apabila setelah makan baik sarapan,makan siang dan makan malam klien harus meminta obat kepada perawat dan harus mengecek dengan 5 perinsip yaitu, apakah obat itu milik klien dengan mengecek nama pada kemasan obat, mengecek apakah oabt itu sesuai dengan yang biasa klien minum, apakah benar waktu minumnya, apakah dosisnya sesuai dengan yang di berikan. Klien dengan menganggukan kepala dapat memahami apa yang disampaikan perawat
6.      Setelah menjelaskan manfaat dan caran menggunakan obat perawat melatih pasien minum. Hasilnya klien dapat memperagakan cara minum obat yang benar.
7.      Memasukkan dalam jadwal harian kegiatan minum obat. Hasilnya bersama-sama dengan perawat klien memasukkan jadwal minum ubat kedalam jadwal hariannya.
            Setelah semuanya dilakukan perawat juga harus memotivasi klien untuk selalu menerapkan cara-cara yang telah dipelajari apabila klien mengalami halusinasi.

3.6  EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN
            Setelah di laksanakan tindakan keperawatan selama 4 hari pada pasien Tn A 27 tahun dengan masalah keperawatan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran maka evaluasi yang di dapat yaitu :
Pada tanggal 21 April 2012 pkl 11.30, Klien mengatakan Klien mau membina hubungan saling percaya  dengan perawat, klien mengungkapkan perasaannya klien mengatakan mengenal halusinasinya suara/bisikan yang menyuruh klien untuk marah-marah dan sampai saat ini suara tersebut sering muncul, klien mengatakan suara-suara itu muncul apabila klien sedang menyendiri  atau sedang diam. kurang lebih 10 menit. klien mengatakan ia merasa risih dengan suara/bisikan tersebut. Dengan data objektif : Exspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Disini dapat dilihat bahwa klien masih perlu bimbingan dalam kegiatan untuk mengontrol  halusinasinya, Jadi pelaksanaan SP I telah tercapai dengan 1 kali interaksi
Pada tanggal 23 April 2012 pkl 09.00 Klien mengatakan dapat mengingat dan dapat mempraktekan apa yang telah diajarkan sebelumnya, yaitu menghardik halusinasi. Klien mengatakan dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan data objektif : Klien kooperatif dalam komunikasi mengenai kegiatan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan suster, kontak mata dapat di pertahankan. Jadi pelaksanaan SP II telah tercapai dengan 1 kali interaksi.

Pada tanggal 24 April 2012 pkl 11.15 Klien mengatakan senang di libatkan  dalam kegiatan jadwal harian  di ruangan. Dengan data objektif : Klien nampak kooperatif dalam komunikasi, dan aktif dalam melakukan kegiatan di ruangan. Jadi pelaksanaan SP III telah tercapai dengan 1 kali interaksi.

Pada tanggal 25 April 2012 pkl 08.30 Klien mengatakan mampu menyebutkan apa yang sudah diajarkan walaupun tidak berurutan. Klien mengatakan mengerti manfaat obat setelah dijelaskan oleh perawat, dan klien dapat mengulang manfaat setiap obat, walaupun kadang masih lupa. Dengan data objektif : Klien menyebutkan nama obat yang diminum, klien juga menyebutkan warna dari obat  yaitu :ada orange, putih dan merah jambu, klien minum obat dengan benar. Jadi pelaksanaan SP IV tercapai dengan 1 kali interaksi.




BAB IV
PEMBAHASAN

            Setelah kelompok kami melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi di ruangan Yudistira mulai dari tanggal 21 s/d 25 April 2012 dengan 4 kali interaksi, kelompok kami menemukan kesenjangan-kesenjangan antara konsep teoritis dengan studi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok kami, maka dari itu kelompok kami akan membahas kesenjangan berikut. Adapun kesenjangan - kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:

4.1  PENGKAJIAN
            Tn.A (27 tahun) dirawat di rumah sakit jiwa Marzoeki Madhi di ruang Yudistira dengan Diagnosa Medis Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan mendengar suara-suara tersebut menyuruh untuk memukul orang, suara itu sering di dengar  pada sore hari dan saat sendirian, klien mengatakan marah-marah saat mendengar suara-suara, suara klien keras saat marah dan tatapan mata klien tajam saat marah. Klien mengatakan berpisah dengan istrinya merasa sedih kerena dirawat di RS, klien tampak  marah tanpa sebab. Dari hasil observasi kelompok didapatkan klien terlihat berbicara sendiri, mondar- mandir, dan tampak menutup telinga, klien tampak tersenyum dan tertawa sendiri. Sedangkan data tambahan dari catatan keperawatan melalui status klien, klien pernah mengamuk membanting-banting alat-alat rumah tangga.
            Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung pada klien, dan perawat diruangan, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teoritis dengan apa yang didapat pada kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya melalui wawancara dengan klien juga perawat diruangan, observasi keadaan dan kemampuan klien juga dari pendokumentasian keperawatan diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien belum sempat menjenguk klien di RS.

            Menurut Data yang didapat dilapangan oleh kelompok kami temukan bahwa:
Diagnosa keperawatan I: Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
DS: - Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh untuk memukul orang,
-    Klien mengatakan suara itu muncul pada sore hari dan saat sendirian,
-    Klien mengatakan frekuensi munculnya suara itu tidak tentu, suara yang terdengar berlangsung sebentar,
-    Klien mengatakan bila mendengar suara tersebut klien merasa gelisah dan pikiranya kacau.
DO:
-       Pasien tampak mondar-mandir,
-       Klien tampak menutup telinga,
-       Klien tampak gelisah dan tegang,
-       Klien tampak sering menyendiri dan bengong ditempat tidurnya,
-       Klien tampak cemas, serta mengatakan malas ngomong dengan orang lain dan  lebih senang menyendiri,
-       Saat proses interaksi kontak mata klien kurang, kadang-kadang klien sering memalingkan mukanya dari perawat, dan tatapan mata klien kosong, di dalam kamar klien tampak berdiam diri dan tidur-tiduran diruangannya.

            Menurut data teoritis menjelaskan secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kelompok kami terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak ada yang menderita skizofrenia. Sedangkan dari faktor presipitasi diterangkan bahwa secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan timbulnya halusinasi dimana dapat terjadi dari berbagai faktor pendukung yaitu biologis, stress lingkungan, dan sumber koping, (kelliat,2006). Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh kelompok kami terhadap klien ditemukan data-data yang tergolong didalam faktor presipitasi sangat mendukung timbulnya gangguan sensori persepsi halusinasi karena klien awalnya masuk RS sering mendengar suara-suara yang mengatakan ingin memukul orang, merasa dirinya tidak berguna lagi, sehingga klien suka menyendiri saja dan tidak mau bergaul dengan orang lain.



4.2  DIAGNOSA KEPERAWATAN
            Dalam teori asuhan keperawatan tentang gangguan persepsi sensori: Halusinasi terdapat perbedaan masalah keperawatan yang muncul kalau pada asuhan keperawatan teori diagonasa yang muncul selain Gangguan persepsi sensori halusinasi ada tiga lagi masalah keperawatan yaitu :
1.      Harga diri rendah
2.      Isolasi sosial
3.      Defisit Perawatan Diri dan
4.      Resiko Perilaku Kekerasan,
Sedangkan pada tinjauan kasus hasil analisa data pada Pasien Tn. A masalah utama yang diangkat yaitu Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.

4.3  RENCANA KEPERAWATAN
Kesenjangan yang terdapat pada praktik tindakan keperawatan dengan kasus gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran ditemukan pada beberapa bagian, seperti pada tujuan umumnya yang pada teorinya terdapat lima tujuan seperti klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya dan klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Pada praktek tindakan keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran ditemukan bahwa dari kelima tindakan keperawatan hanya ada empat yang terlaksanakan dan  pada tindakan keperawatan poin keempat yaitu klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya belum sempat dilakukan tindakan keperawatannya, disebabkan karena keluarga belum sempat mengunjungi pasien sehingga untuk saat ini intervensi keempat belum  terlaksanakan oleh perawat .
 Pada tindakan keperawatan intervensi pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik  dengan tujuan klien dapat membina hubungan saling percaya dan pada intervensi ini telah dilakukan tindakan keperawatan yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama lengkap, nama panggilan, hobbi,  tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien, buat kontrak yang jelas mengenai topik, waktu pertemuan dan tempat pertemuan, beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Pada intervensi  kedua yaitu bantu pasien mengenal halusinasi  dengan mengetahui isi, waktu terjadinya, frekuensi, situasi pencetus dengan tujuan klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya. Pada intervensi kedua ini dilakukan tindakan keperawatan seperti tanyakan apakah klien saat sedang sendirian,  atau sedang tidur  pernah melihat atau mendengar sesuatu, tanyakan isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang. Dan diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut serta jelaskan tentang dampak yang akan dialami jika pasien menikmati halusinasinya dan ikutkan pasien dalam terapi aktifitas kelopok persepsi sensori halusinasi sesi 1.
Pada intervensi ke tiga yaitu mengidentifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi. Intervensi ini memiliki tujuan agar pasien bisa dapat mengontrol halusinasinya, tindakan keperawatan yang dilakukan seperti diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara menjelaskan cara menghardik halusinasi, peragakan cara mengahradik, minta pasien memperagakan ulang, pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien dan memasukan intervensi ini ke jadwal kegiatan pasien dan ikutkan pasien dalam terapi aktifitas kelompok persepsi sensori halusinasi : sesi 2,3,4.
Pada intervensi lima yaitu diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat. Dengan tujuan intervensi klien dapat memanfaatkan obat dengan baik, tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu jelaskan pada klien tentang nama obat, warna obat, bentuk obat, cara minum obat, waktu minum obat berapa kali sehari, kegunaan obat, dan efek samping obat dan jelaskan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.

4.4  IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang ditetapkan dari empat diagnosa yang diangkat hanya dilaksanakan satu diagnosa keperawatan, yaitu Gangguan sensori persepsi ; halusinasi pendengaran yang pelaksanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 21 April 2012 s/d 25 April 2012 dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok, dan klien saat diajarkan dihadapan perawat pada waktu interaksi. Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP  dengan SP I dilaksanakan selama 1 kali interaksi, SP II dilaksanakan selama 1 kali interaksi, SP III 1 kali interaksi dan SP IV 1 kali interaksi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya klien masih membutuhkan bimbingan dari perawat. Secara umum semua rencana keperawatan yang disusun belum tercapai penuh, yaitu pada TUK 4 Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, hal ini dikarenakan selama melakukan tindakan keperawatan keluarga klien belum datang menjenguk klien di RS.

4.5  EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN
Setelah dilakukan interaksi selama 4 hari didapatkan adanya perubahan dalam tingkah laku klien. Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya dengan perawat sehingga mempermudah dalam proses interaksi, saat halusinasinya muncul yaitu saat klien sendirian pada sore hari, klien mampu menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan seperti menghardik atau menghindar, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan aktivitas secara mandiri, klien dapat mengenal jika halusinasi mulai muncul dan klien tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien mau mengungkapkan perasaannya setelah dilakukan interaksi dari perawat kepada klien, klien tidak melakukan tindakan yang dapat melukai dirinya sendiri dan orang lain sehingga menghindarkan klien dari resiko perilaku kekerasan,klien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik sehingga menghindarkan klien dari isolasi social, dan klien mau memasukkan aktivitasnya untuk mengatasi dan menghindar dari halusinasi yang dialami dalam jadwal aktivitas harian sehingga perawat dapat mengontrol kegiatan yang klien lakukan selama perawat dalam jam dinas ataupun tidak.





BAB V
PENUTUP

5.1  KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
2.      Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.

5.2  SARAN
1.      Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2.      Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3.      Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit, sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien.





DAFTAR PUSTAKA

Dep Kes RI ( 2001 ). Kpererawatan Jiwa Teori dan Tindakan kperawatan. Cetakan I Jakarta : Dep Kes RI.
Hawari dadang ( 2001). Pendekatan holistic Pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
         FK-UI Jakarta.
Stuart dan Sundeen ( 1991 ) Pocket Guide Psychiatric Nursing Second Edition,  Mosby.
Stuart dan Sundeen ( 1998 ) Buku Saku Keperawatan Jiwa, ECG Jakarta.
Stuart Gail W and Laraia Michele T ( 1979). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Ed.7. Copyright by Mosby, Inc. USA (2001).
Maslim Rusdi, Dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III.
NANDA (2005-2006). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.